Elegi Akan Hak Anak




(Rabu, 18 November 2009)

Anak. Merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Menurut Konvensi Hak Anak Internasional, batasan umur seorang individu masih bisa dikatakan sebagai anak adalah ketika umur mereka kurang dari 18 tahun. Namun hal tersebut dapat berbeda, tergantung ketentuan masing – masing negara. Di Indonesia sendiri, menurut UU Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Persoalan mengenai anak, hak – hak mereka sebagai makhluk yang masih butuh pertolongan manusia dewasa untuk menjadi individu mandiri, sepertinya tidak akan pernah putus membayangi sejarah dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Masalah mengenai anak yang katanya generasi penerus bangsa, seakan terus menjadi PR yang tak pernah selesai. Selalu saja ada laporan tentang kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Hal tersebut sampai sekarang masih menjadi fakta yang nyata dan tidak dapat tersembunyikan lagi.

Ketika masalah pendidikan anak mencoba untuk diatasi dengan sekolah gratis, beasiswa untuk anak tidak mampu dan dana bos, hal itu sepertinya tidak akan pernah cukup untuk membuat anak indonesia tersenyum dan mempunyai mimpi untuk diwujudkan. Pendidikan memang penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama anak bangsa yang merupakan aset utama suatu negara karena mereka yang nantinya akan menjalani roda kehidupan negara ini. Namun, ketenangan jiwa pada anak lewat perilaku yang positif dari lingkungan juga memberikan andil dalam perkembangan moral dan psikologis anak. Terkait dengan hal tersebut, kita masih dihadapkan dengan lingkungan yang nyata – nyata menyedihkan untuk individu yang masih rapuh ini. Menurut Komisi Perlindungan Anak, sampai tahun 2008 masalah mengenai perdagangan anak, eksploitasi seksual anak, komersialisasi anak, bentuk-bentuk pekerjaan yang berbahaya bagi anak, anak-anak korban napza dan psikotropika, serta tayangan yang bersifat pornografi, mistik, dan kekerasan secara vulgar untuk anak masih sering terjadi.

Ironisnya, ketika Indonesia yang sudah memiliki Undang – Undang tentang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan menyatakan dengan jelas apa – apa saja hak dan kewajiban anak, ternyata belum mampu mengatasi masalah yang kerap dialami anak bangsanya sendiri. Sepertinya UU Perlindungan anak belum bisa melindungi objek dari UU itu sendiri.

Lalu apa saja sebenarnya isi dari UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002? Secara garis besar UU tersebut menyatakan bahwa :

•Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

•Anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

•Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

•Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

•Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

•Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

•Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

•Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

•Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

•Anak wajib dilindungi dari diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan.

•Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

•Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari, penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan social, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.

Cukup jelas peraturan perundang – undangan tersebut, namun sepertinya masih ada saja masyarakat dewasa yang mungkin khilaf, lupa ataupun dengan sengaja mengkhianati UU tersebut. Padahal seruan tentang perlindungan anak seperti “Gerakan Nasional Hentikan Kekerasan Terhadap Anak” membubung tinggi di wilayah NKRI ini. Ditambah lagi dengan pengakuan Indonesia terhadap Konvensi Hak Anak Internasional melalui Keppres No.36 tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990.

Hampir 19 tahun KHAI yang berisi perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak ini dibentuk. Hasil dari Konvensi ini pun juga cukup jelas, diantaranya :

•Non diskriminasi, semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHAI harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedan apapun

•Kepentingan terbaik bagi anak, dalam setiap tindakan yang menyangkut anak, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama

•Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak, hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan perkembangannya harus dijamin

•Penghargaan Terhadap Pendapat Anak, pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.


Setelah melihat beberapa aturan mengenai hak anak, ternyata sangat banyak sekali hal – hal yang menyangkut hak anak yang belum dipahami bangsa ini. Sebagai manusia yang bisa berpikir lebih rasional seharusnya masyarakat yang termasuk golongan dewasa menyadari akan hal – hal yang dapat memperburuk keberlanjutan regenerasi suatu bangsa. Sekali lagi, anak merupakan tunas kehidupan yang nantinya akan tumbuh dan melanjutkan perjuangan manusia sebelumnya. Mereka sangat butuh arahan, pendidikan, kasih sayang, perlindungan dari segala macam hal negatif, serta rasa aman.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang memikirkan nasib anak bangsanya, karena anak - anak merupakan tolak ukur dari kemajuan suatu bangsa nantinya. Mereka yang akan membuat bangsa ini tumbuh maju atau malah hancur. Dan semoga sisi manusiawi dari masayarakat Indonesia masih ada dengan melakukan hal manis di lingkungan yang paling terdekatnya. Mengasihi anak - anak, terutama yang kurang beruntung. Karena mereka merupakan individu yang belum matang dari berbagai segi, sehingga anak lebih beresiko terhadap tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan lain-lain. Dan jauh dari semua itu sesungguhnya mereka juga memilki hak yang sama di atas dunia.

2 komentar:

Pertiwi Putri Nurhakim mengatakan...

Cep, yang ini harus dikoreksi...

"anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin"

yakin lo cep?bisa aja udah..

Chepyta mengatakan...

gw ngeliat itu di UU Kesejahteraan anak put,, makanya tuwir bgt yak,,
tp anehnya di UU Perlindungan anak manusia yang di sebut anak itu sampai umur 18,, nah loh,, jd beda gni,, haha,, itu terakhir gw cek siy,,

Posting Komentar