Malam Penuh Ujian menuju Serang

(Sabtu, 7 November 2009)
Huff,, untuk perjalanan ke Tg. Lesung ini memang tidak semudah yang aku dan hawa seronok kira. Karena satu dan lain hal kami membuat diri kami tersesat dulu di Kebon Jeruk. Ceritanya, aku dan indah akan berkumpul dengan kunti dan Icong di Kebon jeruk. Hal tersebut dikarenakan kunti harus menjalani tes masuk Jasindo dulu yang bertempat di kuningan. Tes tersebut baru selesai jam 5 sore. Sedangkan Icong, dia diantar dari rumah oleh ayahnya. Jadilah kita berkumpul di Kebon jeruk karena menurut hemat kami, Kebon jeruk merupakan tempat strategis untuk mengumpulkan jiwa – jiwa kami yang terpisah di utara dan di selatan Jakarta. Agar tidak ketinggalan bus juga karena katanya bus yang menuju Merak itu hanya sampai jam 7 malam. Oke, aku dan Indah yang berasal dari utara Jakarta tiba duluan di Kebon Jeruk. Lalu dengan segala keribetan yang terjadi saat itu, akhirnya kami berempat bisa berkumpul tepat jam7 di pangkalan ojek depan gerai Daihatsu kebon jeruk.

Dengan kekuatan perempuan dan nafsu makan yang banyak (gak nyambung) kami pun menunggu bus jurusan merak dengan sigap. Siap menyerbu diantara orang – orang yang bertujuan sama dengan kami. Target kami sebelumnya adalah primajasa. Namun setelah dilewati oleh bus – bus jurusan Merak yang terlihat seperti toples yang berisi cheese stick yang tidak beraturan, akhirnya kami memutuskan untuk menaiki bus apa saja yang penting dapat tepat duduk. Heboh, yang berada paling depan langsung beringas ketika melihat bus jurusan Merak (gak sempat liat namanya, buru – buru soalnya). Ia langsung menaiki bus tersebut setelah memberi kode anggukan kepala ke arah kami. Kami pun mengikutinya. Sampainya di dalam bus. Jeng jeng. Semua bangku sudah terisi. Sang kondektur dengan bawelnya tereak – tereak “ ke tengah neng,, ke tengah,, masih kosong,,” yang disambut dengan raut kecewa dan lelah kami.
Setelah aku mendapatkan posisi berdiri yng paling uenak, aku sadar bahwa ternyata hanya kami yang berkelamin perempuan yang tidak dapat duduk. Heuu,, bageuusss,, Yah,, realisasi dari kesetaraan gender mungkin. Semua tempat duduk di isi oleh para pria-yang-tidak-ingat-mereka-lahir-dari-rahim-bernama-perempuan dan sukses membuat kami berdiri hampir 2 jam. Tapi tak apalah, toh kami juga bukan anak manja.
Dasar memang Hawa Seronok (perempuan yang bergembira) tidak dimana – mana akan membuat suasana se-ceria mungkin. Lebih tepatnya, berisik. Kami melakukan hal-hal yang cukup membuat manusia di dalam bus itu berekspresi jutek sampai tertawa melihat kelakuan kami yang sangat tidak patut untuk di contoh. Dari mulai mencibiri para lelaki yang membuat kami berdiri (waktu itu kami menggunakan bahasa inggris yang terdengar baik bagi orang yang tidak mengerti namun sangat tidak benar untuk orang yang mengerti), mengeluh lapar, sampai saling membuat celotehan- celotehan yang membuat kami tersenyum dengan berbagai arti lalu tertawa hingga megap – megap. Hemm,, mungkin kata susah adalah kata terakhir dalam kamus kami. Dan itubaru akan terjadi ketika kami sangat lapar dan tidak ada makanan. Oia, anggota hawa seronok yang ikut waktu itu adalah chepyta (aku sendiri), kunti, heboh dan Icong (calon anggota). Iyos dan Quera tidak ikut. Mademoiselle iyos sedang berhemat dan Quera tidak ikut karena sedang berada di malang untuk berjuang melawan kutukan abadi yang pastinya dialami oleh setiap mahasiswa, skripsweet yang berubah jadi skripsh*t. Semangat ya Quer sayang,, lain waktu kita berpetualang bersama.

Sesampainya di tol pipitan (benar – benar di jalur tol), Jam menunjukkan pukul setengah Sembilan lebih . Daerah pipitan yang memang masih berkembang membuat kami sedikit frustasi. Bagaimana tidak. 4 perempuan terjebak di tempat asing, jalur tol pula, dengan penerangan yang hanya di berikan dari mobil yang lewat. Dan kami harus berjalan kurang lebih 500M mundur karena bus yang kami naiki ternyata melewati tempat kami dimana seharusnya turun (kata kondekturnya ada Polantas). Setelah kami turun dari bus aneh itu, kami langsung disambut hangat oleh para ojekers yang tidak tahu datang dari mana (gelap soalnya). Para ojekers itu mungkin tidak mengenal kata ’tidak’, kami harus berjalan cepat karena dikejar- kejar dulu oleh para ojekers yang maksa untuk mengantarkan kami sampai tujuan. Serasa ikut reality show 4 lawan banyak dengan tema anjing gila. Kami berlarian di ikuti tukang ojek yang bergerombol di belakang kami. Sambil tereak – tereak “ mau kemana neng? Di sini gelap lho,,”. Mampus. Dengan di tambahi embel – embel ‘suit – suit’ dan ‘prikitiw’, akhirnya aku mencoba membuat konfrensi pers kecil – kecilan yang intinya, kami hawa seronok menolak dengan tegas ajakan para ojekers tersebut karena kami sudah punya tambatan hati, eh,, dijemput di suatu tempat deng. Hehe,, Wew. Berhasil. Para ojekers itupun akhirnya mengerti dan pergi dengan raut wajah kecewa karena ditolak oleh kami, maaf ya babang ojek. Lain waktu mungkin.). Ketika aku berbalik badan untuk mencari anggota hawa seronok yang lain, mereka sudah jauh dari ku. Kam**t makiku. Aku ditinggal. Hemm,, Ternyata kami ditunggu oleh calon anggota hawa seronok yang lain di bawah jembatan. Km 66.

Malam itu benar – benar gelap. pencahayaan benar – benar hanya muncul dari handphone yang kami bawa dan beberapa sorot lampu mobil yang lewat disebelah kiri kami, sedangkan di sebelah kanan kami entahlah apa itu, kami hanya remang remang melihat sawah, ilalang dan pohon. Heuu,, benar – benar pengalaman pertama tersesat di tol. Cukup uji nyali mengingat kami semua perempuan yang berada di tempat asing.