Elegi Akan Hak Anak




(Rabu, 18 November 2009)

Anak. Merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Menurut Konvensi Hak Anak Internasional, batasan umur seorang individu masih bisa dikatakan sebagai anak adalah ketika umur mereka kurang dari 18 tahun. Namun hal tersebut dapat berbeda, tergantung ketentuan masing – masing negara. Di Indonesia sendiri, menurut UU Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Persoalan mengenai anak, hak – hak mereka sebagai makhluk yang masih butuh pertolongan manusia dewasa untuk menjadi individu mandiri, sepertinya tidak akan pernah putus membayangi sejarah dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Masalah mengenai anak yang katanya generasi penerus bangsa, seakan terus menjadi PR yang tak pernah selesai. Selalu saja ada laporan tentang kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Hal tersebut sampai sekarang masih menjadi fakta yang nyata dan tidak dapat tersembunyikan lagi.

Ketika masalah pendidikan anak mencoba untuk diatasi dengan sekolah gratis, beasiswa untuk anak tidak mampu dan dana bos, hal itu sepertinya tidak akan pernah cukup untuk membuat anak indonesia tersenyum dan mempunyai mimpi untuk diwujudkan. Pendidikan memang penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama anak bangsa yang merupakan aset utama suatu negara karena mereka yang nantinya akan menjalani roda kehidupan negara ini. Namun, ketenangan jiwa pada anak lewat perilaku yang positif dari lingkungan juga memberikan andil dalam perkembangan moral dan psikologis anak. Terkait dengan hal tersebut, kita masih dihadapkan dengan lingkungan yang nyata – nyata menyedihkan untuk individu yang masih rapuh ini. Menurut Komisi Perlindungan Anak, sampai tahun 2008 masalah mengenai perdagangan anak, eksploitasi seksual anak, komersialisasi anak, bentuk-bentuk pekerjaan yang berbahaya bagi anak, anak-anak korban napza dan psikotropika, serta tayangan yang bersifat pornografi, mistik, dan kekerasan secara vulgar untuk anak masih sering terjadi.

Ironisnya, ketika Indonesia yang sudah memiliki Undang – Undang tentang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan menyatakan dengan jelas apa – apa saja hak dan kewajiban anak, ternyata belum mampu mengatasi masalah yang kerap dialami anak bangsanya sendiri. Sepertinya UU Perlindungan anak belum bisa melindungi objek dari UU itu sendiri.

Lalu apa saja sebenarnya isi dari UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002? Secara garis besar UU tersebut menyatakan bahwa :

•Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

•Anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

•Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

•Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

•Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

•Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

•Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

•Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

•Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

•Anak wajib dilindungi dari diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan.

•Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

•Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari, penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan social, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.

Cukup jelas peraturan perundang – undangan tersebut, namun sepertinya masih ada saja masyarakat dewasa yang mungkin khilaf, lupa ataupun dengan sengaja mengkhianati UU tersebut. Padahal seruan tentang perlindungan anak seperti “Gerakan Nasional Hentikan Kekerasan Terhadap Anak” membubung tinggi di wilayah NKRI ini. Ditambah lagi dengan pengakuan Indonesia terhadap Konvensi Hak Anak Internasional melalui Keppres No.36 tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990.

Hampir 19 tahun KHAI yang berisi perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak ini dibentuk. Hasil dari Konvensi ini pun juga cukup jelas, diantaranya :

•Non diskriminasi, semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHAI harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedan apapun

•Kepentingan terbaik bagi anak, dalam setiap tindakan yang menyangkut anak, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama

•Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak, hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan perkembangannya harus dijamin

•Penghargaan Terhadap Pendapat Anak, pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.


Setelah melihat beberapa aturan mengenai hak anak, ternyata sangat banyak sekali hal – hal yang menyangkut hak anak yang belum dipahami bangsa ini. Sebagai manusia yang bisa berpikir lebih rasional seharusnya masyarakat yang termasuk golongan dewasa menyadari akan hal – hal yang dapat memperburuk keberlanjutan regenerasi suatu bangsa. Sekali lagi, anak merupakan tunas kehidupan yang nantinya akan tumbuh dan melanjutkan perjuangan manusia sebelumnya. Mereka sangat butuh arahan, pendidikan, kasih sayang, perlindungan dari segala macam hal negatif, serta rasa aman.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang memikirkan nasib anak bangsanya, karena anak - anak merupakan tolak ukur dari kemajuan suatu bangsa nantinya. Mereka yang akan membuat bangsa ini tumbuh maju atau malah hancur. Dan semoga sisi manusiawi dari masayarakat Indonesia masih ada dengan melakukan hal manis di lingkungan yang paling terdekatnya. Mengasihi anak - anak, terutama yang kurang beruntung. Karena mereka merupakan individu yang belum matang dari berbagai segi, sehingga anak lebih beresiko terhadap tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan lain-lain. Dan jauh dari semua itu sesungguhnya mereka juga memilki hak yang sama di atas dunia.

Senandung Taman Bawah Laut



(Sabtu, 14 November 2009)

Aku suka Laut. Mereka seperti sebuah dunia dari dimensi lain yang memiliki aroma kebebasan. Air yang menjadi udara di dunia itu membuat aku terapung, bebas, seakan terbang dalam menyusuri keelokkan biota di dalamnya.

Untuk saat ini mungkin hanya lewat media snorkeling aku bisa menemukan diriku berkomunikasi nonverbal dengan dunia mermaid itu. Ketika aku mengepakan kaki katakku, membelah air sebening kristal yang berkilauan ketika matahari menciuminya, aku akan merasakan diriku melayang bersama alunan kehidupan rimba laut. Di kedalaman sekitar 3 meter, gerombolan ikan perak akan berenang mengeliliku, menari bersamaku dalam senandung dimana hanya mereka yang mengerti. Namun, aku mencoba membaca bahasa tubuh mereka yang unik, bahasa yang memperlihatkan kebersamaan dan konsistensi akan sesama jenisnya. Saling menjaga dari hal – hal yang mengancam hidup mereka. Dan berbagi kepuasan guna menghilangkan dahaga dan lapar. Begitu manis dalam koloni mereka.

Aku pun akan tersenyum tatkala melihat beberapa ikan cantik berkejaran dengan tanganku. Aku ingin sekali menyentuh mereka, tapi mereka lebih gesit dan sangat sadar akan bahaya yang mengancam dari tanganku. Aku tidak berniat untuk menangkap mereka. Aku hanya ingin menyentuh senandung itu. Merasakannya di ujung jariku. Agar aku dapat mengerti bahasa tubuh mereka. Bahasa kebebasan.

Lalu, saat mataku terpukau akan ragam bentuk alami terumbu karang yang cantik, yang memilki arsitektur alami khas marine dengan berbagai bentuk yang unik, aku pun terpanggil untuk mengusapkan jemariku lembut di permukannya. Usapan kekaguman akan lukisan tuhan yang tersembunyi di dalam elemen yang paling aku suka. Elemen ke dua setelah udara. Elemen yang kuamini sebagai sifatku. Aqua. Air.

Ya, itulah senandung kehidupan ditempat yang tidak bisa kukunjungi setiap hari. Senandung taman bawah laut yang menyimpan berjuta misteri. Walaupun ditempat itu juga meyakini akan adanya hukum rimba, namun kehidupan bawah laut akan selalu memiliki senandung kebebasan, kebebasan yang tak pernah putus. Karena kebebasan itu bersenandung bersama air yang menggenangi ibu bumi. Dan sekali lagi, tak akan pernah bosan aku mengatakannya. Aku selalu suka laut. Selalu.

Satu cerita di Tg. Lesung

(Sabtu, 14 November 2009)

Dari ke empat unsur yang ada di bumi ini, unsur air memang untukku. Apapun itu, laut, tanjung, pantai, laguna, curug ,sungai sampai danau dapat membuat auraku kembali tenang. Seperti minggu kemarin. Di saat tubuhku butuh akan penyegaran karena beberapa tugas di kampus yang sempat membuat hectic, akhirnya aku dan Hawa Seronok bisa merealisasikan salah satu kunjungan yang ada di list we-must-have-to-do-trip kami. Menyambangi pantai Tg. Lesung.

Tg lesung yang terletak di barat provinsi Banten memang terbilang masih sepi dibandingkan tetangganya, pantai anyer. Dinamakan Tg. Lesung karena memiliki lokasi berupa daratan yang menjorok ke laut, dan masyarakat setempat menganggap hal tersebut mirip dengan ujung lesung, alat tradisional penumbuk padi. Berikut lokasi Tg. Lesung.



Memasuki kawasan wisata pantai Tg.Lesung, kami disuguhkan jejeran pepohonan yang rindang dan jalan aspal yang sangat rapi. Sepertinya pengelola lokasi sangat merawat keindahan lokasi ini. Sebelumnya juga banyak sekali papan petunjuk jalan untuk para wisatawan yang ingin menuju ke Tg. Lesung, jadi jangan khawatir tersesat.
Karena sebelumnya salah satu dari teman kami pernah survei ke Tg. Lesung, maka dia dengan mantapnya mengarahkan mobil menuju Beach Club Tg. Lesung. Sebelum memasuki kawasan Beach Club tersebut, kami harus melawati pos penjaga dan dikenakan bea masuk sebesar Rp.7.000,-/orang. Oia, tujuan utama kami menyambangi pantai ini adalah menikmati taman laut dengan cara yang aman dan mudah a.k.a snorkeling, karena beberapa diantara kami ada yang belum bisa renang.



Setelah sampai di Beach Club, kami disambut oleh suasana pantai yang cukup sepi. Seperti pantai pribadi saja. Ada pula beberapa wisatawan domestik. Namun tetap saja tidak membuat spot pantai tersebut ramai. Semilir angin yang membawa wangi pesisir, lembut menerpa kulit yang tidak tertutupi bahan pakaian. Pasir yang lembut memanggil kaki – kaki untuk melepaskan alasnya agar dengan segera membelai butiran-butiran yang halus berwarna putih-krem nan eksotis..



Setelah sejenak menikmati alam pesisir yang rupawan dan menghentikan waktu sejenak lewat beberapa jepretan untuk sebuah kenangan, salah satu teman mengajak untuk snorkeling. Saat itu waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Cuaca tidak begitu panas. Dengan anggukan dan kata ‘oke’, kami mengiyakan usulan tersebut. kami pun langsung mendatangi bagian informasi yang juga merupakan tempat pemesanan untuk berbagai macam olah raga air di Tg Lesung.



Jeng jeng. Sesampainya di tepat penyewaan, kami agak siyok sedikit, ternyata harga permainan dan olah raga air disini tergolong mahal. Untuk snorkeling saja dikenakan biaya Rp.50.000,-/jam. Banana Boat Rp.75.000,-/orang/15 menit, Jet ski Rp. 200.000,-. huff,, Lumayan membuat dompet tipis. Disini pun belum ada mesin ATM ataupun pembayaran lewat kartu kredit, jadi kita tidak bisa membayar dengan pundi – pundi digital yang biasa kita lakukan di kota.

Oke, selanjutnya kami pun memilih bersnorkeling ria untuk permulaan. Persiapan kurang lebih 15 menit untuk membuat kami semua nyaman akan pipa snorkeling dan kaca muka bening, setelah itu seorang guide menemani kami menuju spot area untuk snorkeling dengan menaiki sebuah perahu karet berkapasitas 10 orang. Sesampainya di snorkeling area, kami pun di lepas bebas sampai satu jam ke depan. Sayang sekali aku tidak punya kamera tahan air. Taman bawah laut di Tg. Lesung benar – benar nyata indah, salah satu temanku ada yang menemukan clown fish, si nemo dalam film finding nemo. aku juga sempat melihat teman ayahnya nemo yang perempuan itu, lupa nama jenisnya. Terumbu karangnya pun masih sangat bagus. Rapih dan cantik. Intinya, tak pernah menyesal mencoba snorkeling disana. Tapi kurang lama. Satu jam itu ternyata sangat singkat.




Setelah selesai bermain air, kami pun membersihkan diri. Selanjutnya, kami pun makan siang, pop mie yang kami bawa dari rumah ternyata mampu mengganjal perut kami yang kosong. Itu pun setelah di tambah roti susu dan biscuit. Niat untuk makan di restaurant sudah kami urungkan sejak malam sebelumnya, karena teman kami yang sudah survey mengatakan bahwa harga makanan disana menakjubkan. Dan saat aku check. Waw,, nasi goreng dihargai Rp. 30.000,-/ porsi. Aje gile. So, kami pun sudah mempersiapkan perbekalan agar terhindar dari kebimbangan antara kelaparan atau dompet yang tiba-tiba mengidap anorexia.

Cuaca mulai memanas. Gerah. Angin sepertinya enggan untuk menari diantara kami. Waktu menunjukkan pukul 1 siang. Sengatan matahari cukup membuat kulit belang. Kami pun berniat pulang. Namun salah satu temanku mengatakan ada pantai lain di Tg. Lesung ini. Pantai bernama kalicaa. Dan dia berhasi membuat kami menganggukan kepala dan menyetujui untuk menyambangi pantai yang ia sebutkan tadi. Mumpung masih di Tg.Lesung.



Ternyata pantai kalicaa telah berubah nama menjadi The Bodur Beach. Hmm aku sendiri tak sempat bertanya kenapa nama pantai tersebut diganti. Yang pasti saat itu terik sekali sinar sang pusat tata surya. Membuat kami tidak ingin berlama – lama di tempat itu. Kurang dari setengah jam kami bertahan disana. Mungkin jika sengatan matari tak seganas itu, kami pasti mampu berjam – jam memandangi ke-seksian-an The Bodur Beach a.k.a Kalicaa. Lagi pula sang empunya mobil ada janji jam 4 di Serang. So, kami pun harus angkat kaki meninggalkan daerah pesisir yang berbentuk lesung itu. Oia, untuk masuk ke kawasan The Bodur beach juga dikenakan biaya. Rp. 6.000,-/orang. Yang pasti, kenangan akan Tg. Lesung akan selalu membuat Lesung manis di pipi kami ketika kami mengingatnya. ;-)

Pria berkaos coklat yang ber-attitude baik

(jumat, 13 november 2009)

gila. ternyata masih ada cowo yang benar - benar di akui ke-cowo-annya. kirain udah gak ada lagi orang yang gak individualis saat berada di dalam angkutan umum,, ternyata,,

Berawal dari bus primajasa yang saya naiki dari tol cileunyi. saya melihat sosok itu duduk di sebelah saya. seorang pria dengan rambutnya yang keriting dikuncir kuda. menarik. terlihat seperti kisanak - kisanak yang ada di film laga. dalam diam dia menelanjangi sebuah buku, "Revolusi Bolshevik" tulisan yang tertera di cover buku itu. hemm,, anak fisip unpad mungkin, tebak saya dalam hati.

heemm,, Perjalanan menuju jakarta yang memakan waktu lebih dari 2 jam itu saya habiskan dengan menyandarkan kepala saya ke tempat duduk dan memejamkan mata. saya pun terlelap, walau terkadang terbangun oleh bus yang tiba - tiba mengerem mendadak.

Akhirnya tiba juga bus tersebut ke Pool yang berada di daerah UKI. saya pun turun dan langsung mencari 43 tujuan Tg.Priok. Bus bekas singapore yang sekarang milik PPD. tak lama saya menunggu bus itu. bus itu pun muncul. saya naik dan duduk disebelah kiri bus. tak disangka, ternyata sosok itu pun juga menaiki bus yang sama dengan saya. dan dia duduk diseberang kanan saya. bus pun berjalan kembali. tak lama ada seorang wanita yang naik. paruh baya. semua bangku terisi penuh. baru saja saya ingin memberikan tempat duduk saya, tiba - tiba sosok itu berdiri dan mempersilahkan wanita paruh baya tadi duduk ditempatnya.

gosh!! saya menyentak dalam hati. gila ni cowo. attitude-nya manusiawi banget. beda banget sama manusia - manusia lain yang pernah saya temukan (khususnya pria) dalam situasi seperti ini. salut dan empat jempol buat pria itu. jarang banget ada manusia yang sadar akan lingkungannya. contoh paling simpel, ya itu tadi, memberikan tempat duduk (safezonenya) ke manusia lain yang lebih membutuhkan dan bersedia untuk tidak nyaman (berdiri). heem,, kembali ke sosok itu, dengan tampangnya yang mirip seniman, cakep, tinggi sekitar 180m dan memiliki postur tubuh yang bisa disebut ideal itu terbalut kaos berwarna coklat yang memang warna favorit saya. sukses membuat saya terkagum - kagum,,

wahai pria berkaos coklat yang menggendong tas bodypack,, siapapun kamu, apapun nama kamu, tuhan pasti akan membalas semua kebaikanmu, dan teruslah untuk terus seperti itu. banyak jempol untukmu,,

Sekilas tentang Hawa Seronok

(Rabu, 11 November 2009)

Hawa Seronok. Sekilas seperti gabungan kata yang beraroma vulgar. Sama sekali tidak. Berikut pengertiannya. Kata Hawa yang berarti wanita pertama yang turun ke dunia dan merupakan kekasih adam dalam agama Islam, memberikan arti perempuan yang sebenarnya pada kata hawa dalam gabungan kata hawa seronok. Sedangkan kata seronok sendiri dalam Kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti ‘menyenangkan hati’, disini diartikan gembira. Jadi, singkatnya hawa seronok adalah perempuan yang gembira.

Didirikan pada September 2009, hawa seronok memilki visi untuk membuat ‘tata dunia baru’ paling tidak dari segi lingkungan hawa seronok sendiri. Tata dunia baru yang lebih indah dan mungkin utopis untuk sekarang. Persahabatan dan cinta. Jalan-jalan dan makanan enak. Tertawa dan mencibir. Susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah. Rencananya hawa seronok juga akan membuat DPO (dasar perjuangan organisme) dan GBHK (garis besar haluan kecantikan). *Kidding.

Anggota dari hawa seronok yang sah dan tercatat sampai hari ini berjumlah 5 ekor. Chepyta, Iyos, kunti, Quera dan Heboh. Berikut foto mereka.



Persahabatan mereka dimulai ketika mereka merasakan tangan tuhan membuat mereka selalu berada di waktu yang tepat. Selepas SMA, predestinasi selalu membuat mereka kembali berkumpul. Akhirnya setelah kurang lebih 6 tahun mereka kenal satu sama lain, mereka pun memproklamirkan persahabatan mereka dengan label hawa seronok.

Dari semua hal bodoh yang dilakukan hawa seronok, mereka menyadari akan arti hidup yang sebenarnya. Berbagi. Dengan berbagi maka tidak akan ada yang merasa kehilangan karena ketika seseorang itu memberikan sesuatu maka otomatis dia akan menerima juga. Penerimaan tersebut memang bukan dalam bentuk materi atau fisik, tetapi dalam bentuk ketenangan jiwa dan senandung kebahagiaan yang akan dirasakan oleh si pemberi tersebut. tentunya dengan satu syarat utama. Ikhlas.

Hawa seronok juga yakin, setiap manusia adalah pejuang. Pejuang kebahagiaan. Walaupun terkadang ada beberapa pejuang yang berjuang di jalur yang salah, jalur yang tidak halal, jalur yang menyakiti pejuang lain dan hal itu pantang dilakukan oleh hawa seronok. Karena untuk hawa seronok kebahagiaan yang sesunggunhya adalah ketika mereka bisa tertawa bersama tanpa ada yang merasa ditertawakan. Dan mereka terus berjuang untuk itu.

Sekilas dari dalam Kaca mobil (perjalanan ke Tg.lesung)

(Minggu, 8 November 2009)

Tujuan dari perjalanan kali ini adalah pantai Tg. Lesung yang ada di barat provinsi banten. Aku dan teman mencoba untuk mengunjungi pantai yang belum se-famous kuta ataupun senggigi yang ada di pulau dewata itu. Untuk mencapai tempat ini, kami memakai rute serang-pandeglang-Tg. Lesung. Dari kota Serang, perjalanan memakan waktu hampir 2 jam lebih. Tidak terlalu lama karena wilayah yang ada di provinsi Banten ini memberikan suguhan pemandangan kota-kota yang sedang berkembang. Serang dan pandeglang.

Anda tidak akan menemukan Mall ataupun pusat perbelanjaan modern, paling hanya mart – mart saja yang tersebar di sepanjang jalan. Kami pun melewati beberapa rumah makan besar, yang menyuguhkan arena memancing. Terkadang di beberapa spot tertentu geliat perekonomian kota serang dan pandeglang mulai terlihat akan adanya ruko – ruko kecil yang menyuguhkan berbagai usaha kecil dan menengah. Pasar tradisional yang padat dan jalur kendaraan yang cukup berliku menambah atribut ke dua kota ini. Pemandangan selanjutnya adalah sawah, bukit, pepohonan rindang dan rumah penduduk yang jauh satu sama lain yang cukup mendominasi ke dua kota ini. Ditambah sengatan matahari yang cukup membuat daerah tersebut tergolong daerah yang bercuaca panas.

Kami juga melewati kantor pusat pemerintahan propinsi banten dan cukup takjub dengan tempat tersebut. walaupun kami hanya melihat dari jendela mobil, kantor tersebut seperti kiblat, membuat sorot mata kami tertuju pada tempat itu. Bangunan – bangunan yang tersebar di area itu didominasi oleh warna putih, sangat bersahaja dan memperlihatkan bahwa bangunan tersebut baru dibangun. Dan di tengah area itu ada masjid yang cukup megah dan kontras dengan bangunan sekitar yang bernuansa putih. Masjid itu dibalut warna emas dan tembaga menjadikan masjid tersebut sangat mencolok. Sayangnya kami tidak sempat mampir untuk menikmati sejenak core area dari pemerintahan provinsi Banten.

Papan penunjuk arah tentang Tg. Lesung pun dapat ditemukan dengan mudah ketika kami sudah memasuki kota pandeglang. Panorama kota pandeglang pun tidak terlalu berbeda dengan kota Serang. Namun ketika sudah memasuki wilayah Tg. Lesung kami disuguhkan panorama pesisir yang sangat bersahaja. Tambak – tambak yang di pasang oleh penduduk setempat tersebar di beberapa titik. Penduduk pesisir yang giat mencari nafkah pun sibuk dengan kesibukan mereka. Mencari udang dengan tampah, menjemur ikan, menjaring ikan dan pekerjaan masyarakat pesisir lainnya. Pemandangan masyarakat pesisir tersebut membuat aku mengucap syukur akan alam Indonesia yang berlimpah. Dan membuat aku haru akan semangat hidup mereka yang gigih dan sederhana.

Malam Penuh Ujian menuju Serang

(Sabtu, 7 November 2009)
Huff,, untuk perjalanan ke Tg. Lesung ini memang tidak semudah yang aku dan hawa seronok kira. Karena satu dan lain hal kami membuat diri kami tersesat dulu di Kebon Jeruk. Ceritanya, aku dan indah akan berkumpul dengan kunti dan Icong di Kebon jeruk. Hal tersebut dikarenakan kunti harus menjalani tes masuk Jasindo dulu yang bertempat di kuningan. Tes tersebut baru selesai jam 5 sore. Sedangkan Icong, dia diantar dari rumah oleh ayahnya. Jadilah kita berkumpul di Kebon jeruk karena menurut hemat kami, Kebon jeruk merupakan tempat strategis untuk mengumpulkan jiwa – jiwa kami yang terpisah di utara dan di selatan Jakarta. Agar tidak ketinggalan bus juga karena katanya bus yang menuju Merak itu hanya sampai jam 7 malam. Oke, aku dan Indah yang berasal dari utara Jakarta tiba duluan di Kebon Jeruk. Lalu dengan segala keribetan yang terjadi saat itu, akhirnya kami berempat bisa berkumpul tepat jam7 di pangkalan ojek depan gerai Daihatsu kebon jeruk.

Dengan kekuatan perempuan dan nafsu makan yang banyak (gak nyambung) kami pun menunggu bus jurusan merak dengan sigap. Siap menyerbu diantara orang – orang yang bertujuan sama dengan kami. Target kami sebelumnya adalah primajasa. Namun setelah dilewati oleh bus – bus jurusan Merak yang terlihat seperti toples yang berisi cheese stick yang tidak beraturan, akhirnya kami memutuskan untuk menaiki bus apa saja yang penting dapat tepat duduk. Heboh, yang berada paling depan langsung beringas ketika melihat bus jurusan Merak (gak sempat liat namanya, buru – buru soalnya). Ia langsung menaiki bus tersebut setelah memberi kode anggukan kepala ke arah kami. Kami pun mengikutinya. Sampainya di dalam bus. Jeng jeng. Semua bangku sudah terisi. Sang kondektur dengan bawelnya tereak – tereak “ ke tengah neng,, ke tengah,, masih kosong,,” yang disambut dengan raut kecewa dan lelah kami.
Setelah aku mendapatkan posisi berdiri yng paling uenak, aku sadar bahwa ternyata hanya kami yang berkelamin perempuan yang tidak dapat duduk. Heuu,, bageuusss,, Yah,, realisasi dari kesetaraan gender mungkin. Semua tempat duduk di isi oleh para pria-yang-tidak-ingat-mereka-lahir-dari-rahim-bernama-perempuan dan sukses membuat kami berdiri hampir 2 jam. Tapi tak apalah, toh kami juga bukan anak manja.
Dasar memang Hawa Seronok (perempuan yang bergembira) tidak dimana – mana akan membuat suasana se-ceria mungkin. Lebih tepatnya, berisik. Kami melakukan hal-hal yang cukup membuat manusia di dalam bus itu berekspresi jutek sampai tertawa melihat kelakuan kami yang sangat tidak patut untuk di contoh. Dari mulai mencibiri para lelaki yang membuat kami berdiri (waktu itu kami menggunakan bahasa inggris yang terdengar baik bagi orang yang tidak mengerti namun sangat tidak benar untuk orang yang mengerti), mengeluh lapar, sampai saling membuat celotehan- celotehan yang membuat kami tersenyum dengan berbagai arti lalu tertawa hingga megap – megap. Hemm,, mungkin kata susah adalah kata terakhir dalam kamus kami. Dan itubaru akan terjadi ketika kami sangat lapar dan tidak ada makanan. Oia, anggota hawa seronok yang ikut waktu itu adalah chepyta (aku sendiri), kunti, heboh dan Icong (calon anggota). Iyos dan Quera tidak ikut. Mademoiselle iyos sedang berhemat dan Quera tidak ikut karena sedang berada di malang untuk berjuang melawan kutukan abadi yang pastinya dialami oleh setiap mahasiswa, skripsweet yang berubah jadi skripsh*t. Semangat ya Quer sayang,, lain waktu kita berpetualang bersama.

Sesampainya di tol pipitan (benar – benar di jalur tol), Jam menunjukkan pukul setengah Sembilan lebih . Daerah pipitan yang memang masih berkembang membuat kami sedikit frustasi. Bagaimana tidak. 4 perempuan terjebak di tempat asing, jalur tol pula, dengan penerangan yang hanya di berikan dari mobil yang lewat. Dan kami harus berjalan kurang lebih 500M mundur karena bus yang kami naiki ternyata melewati tempat kami dimana seharusnya turun (kata kondekturnya ada Polantas). Setelah kami turun dari bus aneh itu, kami langsung disambut hangat oleh para ojekers yang tidak tahu datang dari mana (gelap soalnya). Para ojekers itu mungkin tidak mengenal kata ’tidak’, kami harus berjalan cepat karena dikejar- kejar dulu oleh para ojekers yang maksa untuk mengantarkan kami sampai tujuan. Serasa ikut reality show 4 lawan banyak dengan tema anjing gila. Kami berlarian di ikuti tukang ojek yang bergerombol di belakang kami. Sambil tereak – tereak “ mau kemana neng? Di sini gelap lho,,”. Mampus. Dengan di tambahi embel – embel ‘suit – suit’ dan ‘prikitiw’, akhirnya aku mencoba membuat konfrensi pers kecil – kecilan yang intinya, kami hawa seronok menolak dengan tegas ajakan para ojekers tersebut karena kami sudah punya tambatan hati, eh,, dijemput di suatu tempat deng. Hehe,, Wew. Berhasil. Para ojekers itupun akhirnya mengerti dan pergi dengan raut wajah kecewa karena ditolak oleh kami, maaf ya babang ojek. Lain waktu mungkin.). Ketika aku berbalik badan untuk mencari anggota hawa seronok yang lain, mereka sudah jauh dari ku. Kam**t makiku. Aku ditinggal. Hemm,, Ternyata kami ditunggu oleh calon anggota hawa seronok yang lain di bawah jembatan. Km 66.

Malam itu benar – benar gelap. pencahayaan benar – benar hanya muncul dari handphone yang kami bawa dan beberapa sorot lampu mobil yang lewat disebelah kiri kami, sedangkan di sebelah kanan kami entahlah apa itu, kami hanya remang remang melihat sawah, ilalang dan pohon. Heuu,, benar – benar pengalaman pertama tersesat di tol. Cukup uji nyali mengingat kami semua perempuan yang berada di tempat asing.

Nama Usaha

(salah satu celotehan yang dilontarkan hawa seronok)

Tempat : di dalam Bus non-Ac Jurusan Merak.

Posisi : Chepyta berhadapan dengan Icong, Heboh dan kunti yang juga berhadapan berada disamping mereka dan tentu saja mereka ber-4 dalam posisi berdiri)

Icong : “cep, tw gak?“

Chepyta : “apa tuch?”

Icong : “gw klo punya tempat makan, mau gw kasih nama ‘Terserah’ ah,, kan lucu tuh,, jadi, ntar klo ada yang laper mereka bilang gini. ‘eh, gw laper niy, mau makan dimana?’ Terus ntar temennya jawab ‘Hmm Terserah,,’(sambil mengangkat bahu) hehe,,”

Chepyta : “haha bodoh,, iya lucu jg,, eh, gw juga punya nama cacad bwt calon butik gw. Hehe,, misalnya ada orang nanya gini, ‘yampun bajunya cantik banget,, beli dimana?’. Terus ntar gw jawab ‘Rahasia,,’ hehe,, nama calon butik gw tuh,, eh coba deh peraktekin,,ceritanya lw nanya gw beli baju ini dimana.”

(ke-cacad-an Hawa Seronok= Mode on)

Icong : “jeung, bacunya lucu banget, beli dimana?” (sambil membelai baju chepyta)

Chepyta: “haha,, Rahasia jeung,,” (ekspresi misterius)

Icong : “yampun,, kasih tau dong,, pelit banget siyy,,”

Chepyta : “Iya,, Rahasia,, hehe “ (ekspresi jahil)

Icong : “ih, pelit banget gak mau ngasih tau,, “ (mulai sewot)

Chepyta : “ aku beli baju ini di Rahasia. Itu nama butiknya. wuHahahaha,,”

Icong dan chepyta menertawahi obrolan gak penting mereka.

Diam – diam ternyata kunti yang sedang mengobrol dengan heboh mendengar celotehan cacad mereka, dia pun ikut nimbrung.

Kunti : “ haha,, kayak butiknya Audi,, namanya Dc2. dibacanya disitu. Jadi klo ada orang yang nanya, ‘eh, Beli baju ini dimana?’ terus ntar jawabnya,, ‘disitu lhoo,,’ sambil menunjuk suatu tempat. Hehe,, ntar gw mw bikin juga ah,, namanya disini,, tapi tulisannya gmn yak? Masa Dc Ni? Haha goblog bgt,,”

Chepyta, Icong dan Indah Kompak : haha,, iya goblog bet lw kun,, haha
Heboh : “haha,, gw juga ah,, gw mau bikin tempat makan. Jadi ntar klo ada yang nanya, ‘eh, lw mau makan dimana?’ ntar yang di tanya ngejawab,,,, ‘Kasih Tau Gak Ya???’ gitu,,

Diam sejenak. Lalu,,

Chepyta : ”wuHhahaahahaha,,, goblog banget,,, hahahahahahaha” (bercucuran air mata)

Icong : “Hahahahahahah,, Kasi Tau Gak Ya Restaurant,, Hahahahahaha cacad,,” (merem – merem sambil megang perut)

Kunti : “ihihihihihihihihi (ketawa khas kunti) cacad,, kepanjangan itu nama tempatnya,, hahaha”

Indah : “ahahahahaha,, biarin,, ntar gw singkat jadi ‘Ks Tw G Y Restaurant’ (baca: Ka Es Te We Ge Ye),,” (ekspresi gak mau kalah)

Gabruk!

Chepyta: “wuahahahahaha Ka Es Tw Ge Ye?? wuhahahaa,, restauran macam apa itu,, wuahahahaha,,“ (sambil ngejedotin pala ke senderan bangku bus)

Kunti : “heboh,, heboh,, mana ada restaurant namanya gitu,, hihihihihihiihii” (siap bwt terbang)

Icong hanya bisa tertawa sambil megap - megap tanpa suara.

Aku diantara Menara Imperium dan Plaza Centris

(Selasa, 3 November 2009)

Akhirnya aku sampai di shelter busway Kuningan. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju gedung dirjen migas yang bertempat di Plaza Centris. Tujuanku menaruh surat permohonan magang. Namun, sepanjang pedestrian menuju Plaza Centris, mataku menatap satu sosok diam nan angkuh yang kemudian dilanjutkan oleh tatapan mata yang memancarkan kekaguman. Semakin lama sosok itu semakin dekat. Aku berdiri menatapnya. Tepat di depan Plaza Centris. Aku menatap ke seberang, berdiri sebuah bangunan kokoh berbentuk silinder kaca raksasa dengan mahkota baja putih panjang dipuncaknya. Aku tersenyum, mulutku berbisik “Menara Imperium”. Taksiranku Menara Imperium itu berlantai 30. Tinggi menjulang dengan aksen kaca biru yang rapih mengikuti lengkungan dan sangat berkilau ketika sinar matahari memantulkan cahayanya. Tidak setinggi skyscraper yang tersebar di daerah semanggi sih,, tapi cukup membuat terpana lah,,

Selalu, mataku ini kagum akan bentuk – bentuk bangunan, walaupun aku tidak mengerti ilmu arsitektur, tapi mataku ini tidak bisa lepas begitu saja ketika melihat suatu bentuk yang menurutku unik. Waktu aku masih kecil, aku bercita – cita menjadi arsitek, aku ingin membangun bangunan yang indah yang bisa menemani alam yang juga indah. Maklum, waktu itu aku senang menggambar rumah bernuansa pedesaan, pegunungan dan pantai lengkap dengan pertanian dan peternakan. Imajinasi anak – anak yang tidak berlebihan kan? Namun hal tersebut kandas ketika mata minusku divonis silindris. Ketika itu aku berusia 12 tahun. Yah, apa boleh buat, aku yang tidak bisa menggambar garis lurus dan membuat kotak yang simetris ini pun akhirnya menerima dan langsung mengganti cita – cita. Waktu itu aku memutuskan untuk menjadi pramugari. Dan sama saja. Pramugari kan juga tidak boleh bermata minus apalagi silindris. Hhaaa,, girls,, suka senyum sendiri klo ingat hal itu. Aku menghela nafas dan masih tetap menatap Menara Imperium, kali ini aku sempat diam beberapa menit di depan Plaza Centris hanya untuk memandangi wujud angkuhnya yang tepat berada di seberang. Seperti anak kecil yang penuh takjub dan kagum. Lebih tepatnya norak mungkin,, hhaa,, tak apalah. Yang penting hati senang. Tapi Menara Imperium itu memang unik dengan lengkungannya. Lain waktu aku akan coba berkunjung kesana,, ;-)

Setelah puas memandangi silinder kaca raksasa itu, aku pun berbalik dan memandangi Plaza Centris. Gedung ini tidak terlalu besar dan tinggi, hanya memilki 16 lantai. Namun, suasana hangat dan keramahan merasuk ke hati ketika ulasan senyum dari security menyambutku. Hmm,. Memasuki Plaza Centris, aku disambut oleh meja resepsionis yang cukup sederhana dan tiupan air condtioner yang tidak mencolok namun cukup terasa . Dengan lobby yang mungkin memiliki luas sekitar 100M2 beralaskan marmer coklat kehitaman dan pintu kaca otomatis sebagai pintu utama, bisa dibilang lobby Plaza Centris tidak terlalu luas dengan dikelilingi tembok yang juga marmer berwarna coklat. Namun dengan penataan yang sederhana tersebut memberikan kesan rapih dan simple. Dengan memberikan senyuman sekilas ke meja resepsionis, aku melangkahkan kakiku dengan mantap menuju jejeran lift. Tujuanku lantai 16. Bagian kesekertariatan. Lantai paling atas dari Plaza Centris. Selesai aku memberikan lamaran permohonan magang aku pun langsung turun tanpa sempat melihat – lihat bagian dari Plaza Centris. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 10.49. dan aku mempunyai janji jam1.

Mungkin karena awalnya aku terlalu terpesona dengan Menara Imperium, aku tidak menyadari sepanjang jalan menuju shelter kuningan tersebut berjejer gedung – gedung yang cukup terkenal. Beberapa diantarnya adalah gedung KPK dan wisma Bakrie 2. Terlintas dalam benakku untuk menaruh permohonan magang di ke dua tempat itu. Paling tidak aku punya alasan untuk masuk dan merasakan aroma ke dua gedung tersebut. hahaa ada – ada saja. Suatu saat mungkin. Toh aku tidak melakukan sesuatu yang terlarang kan,, suatu keasikan tersendiri ketika bisa berkunjung ke tempat – tempat yang indah dan gedung – gedung yang unik. Hanya menurutku saja.

Aku dan Ekosistem Metropolis

(selasa, 3 November 2009)

Lagi, hari ini pun aku berencana mengitari Jakarta, membawa beberapa amplop berisi surat permohonan untuk Job training (aku lebih suka menyebutnya magang) yang nantinya akan aku berikan ke bagian HRD perusahaan ataupun departemen yang menjadi targetanku untuk magang di sana. Hari ini rencananya aku akan meng-apply permohonan magang ke 3 tempat. Dirjen migas, telkomsel dan Indosat. Hmm,, tempat mereka cukup berjauhan satu sama lain. Menaiki Transjakarta pun sepertinya akan memakan waktu lama, karena aku harus berpindah shelter untuk transit. Namun, aku memilih pilihan itu karena Transjakarta atau lebih akrab disebut busway merupakan sarana transportasi umum khas Jakarta yang katanya aman dan nyaman. Lokasi Dirjen migas yang terletak di Kuningan, menjadi target pertamaku karena jaraknya yang cukup jauh, selatan Jakarta. Aku yang berdomisili di ujung utara Jakarta, Tg.priok, harus menyambangi shelter Transjakarta terdekat yaitu yang berada di Cempaka Mas. Hal tersebut dikarenakan koridor Tranjakarta untuk Cililitan – Tg Priok belum beroperasi,, entahlah, sudah hampir 1 tahun shelter – shelter Transjakarta yang tersebar di sepanjang jalur Cililitan – Tg. Priok rampung, namun aktivitas koridor ini belum juga aktif. Parahnya lagi beberapa shelter tidak terurus, berdebu tebal, dan ada juga beberapa coretan iseng yang menambah suramnya tempat tersebut. sangat disayangkan untuk kondisi yang masih bisa dibilang baru karena belum pernah beroperasi.

Jadi, aku harus menuju cempaka mas untuk mencapai shelter busway terdekat. Untuk sampai kesana aku memilih P14 jurusan Tabah Abang dan turun di Cempaka Mas. Sesampainya di shelter Cemas, aku menaiki Tranjakarta jurusan harmoni. Perjalanan pun tidak hanya sampai disitu, sesampainya di harmoni aku harus berganti bus jurusan blok M dan turun di dukuh atas untuk berganti bus sekali lagi sebelum aku sampai di shelter kuningan. Belum apa – apa keringat sudah merembes di kemejaku, perjalanan yang memakan waktu hampir 1 jam setengah ini membuat emosiku naik, ditambah lagi selama perjalanan itu aku tidak dapat tempat duduk. Huff,, sabar,, sabar,, Ac Transjakarta pun sepertinya hanya meniup lembut kemejaku yang lembab karena keringat. Sepertinya kenyamanan yang ditawarkan busway tidak berlaku untukku hari ini.

Untungnya, selama perjalanan Cemas-Kuningan kaca jendela Transjakarta menyuguhkan pemandangan peradaban Jakarta yang membuat aku lupa akan emosiku tadi. Peradaban yang kejam, ketimpangan antara si miskin dan si kaya yang sangat mencolok. Sekali lagi aku berbisik menyebut kata Jakarta. Ada kekaguman sekaligus rasa iba pada kota kelahiranku ini saat mengucap namanya. Namun, selalu saja saat aku melihat geliat kehidupan di kota ini, mataku akan berbinar ketika melihat gedung – gedung dengan beragam bentuk yang unik, modern hingga konservatif tersebar di sepanjang jalan. Lalu, selanjutnya hatiku pun akan meringis tatkala melihat realitas nyata kehidupan jalanan yang keras. Dalam busway yang cukup penuh dengan manusia dan posisi badanku yang berdiri menghadap kaca jendela, aku membayangkan sedang berada dalam sebuah tour Jakarta. Mataku seperti melihat aquarium besar dibalik kaca jendela Transjakarta yang didalamnya berisi ekosistem Metropolis, pikiranku pun melayang akan Jakarta.

Jakarta yang angkuh akan skyscraper-nya, Jakarta yang menantang dengan banyak gedung berlabel perusahaan impian untuk para pencari kerja, Jakarta yang kejam dan kelam bagi pribadi yang tidak bisa bertahan dalam pertarungan hidup di dalamnya. Jakarta. Yah, itulah Jakarta. Setidaknya seperti itu dimataku. Meskipun tata kotanya belum begitu baik karena kurang merata. Namun, laju perekonomian dan pusat pemerintahan menjadikan Jakarta menjadi kota harapan. Tiap tahunnya penduduk Jakarta bertambah. Para pendatang mencoba mencari peruntungan hidup di kota ini. Sayangnya mereka sering gagal dan berakhir dengan masuk ke dalam kalsifikasi ordo pengangguran.

Para developer juga turut berpartisipasi dalam mengindahkan Jakarta. Mereka berlomba membuat gedung perkantoran yang megah, modern, memilki seni arsitektur tinggi dan berfasilitas No.1. Para developer juga membangun hunian apartemen, komplek perumahan sampai tempat rekreasi dan Mall dengan bermacam gaya dan gengsi. Property – property tersebut pastinya bermodal triliunan rupiah. Namun, aku melihat tujuan sebenarnya para developer itu selain membuat Jakarta tampak ber-Gaya, apalagi kalau bukan pundi – pundi rupiah yang dapat melebihi modal awal mereka. Heuumm, Kapitalisasi lewat Arsitektural mungkin. Dapat terrealisasi dengan pasaran property mereka yang harganya melangit. Lagi - lagi Jakarta, kota dengan sistem kapitalisnya yang membelenggu masyarakat-lemah-rupiah sehingga tidak bisa ikut bertarung dalam arena perjuangan hidup. Sangat kontras sekali, dalam waktu yang tidak terlalu lama unit - unit property yang berbanderoll milyaran rupiah tersebut dapat laku dengan cepat ketika masih ada perumahan kumuh dan tak layak huni di sekitar mereka. Nyata. Terpinggirkan. Tak tersentuh. Lalu ketika mall – mall bertebaran dan saling menarik pengunjung dengan evevt – event yang fantastis, sebagian warga Jakarta ada yang kelaparan dan terus berjuang melawan waktu untuk sekedar menyambung hidup dengan bekerja sebisa mereka. Tak peduli itu halal atau tidak. Dan ketika sekolah – sekolah International menjamur di kota ini, ternyata masih ada anak - anak yang memilki hak akan pendidikan, dikerdilkan karena melihat dana bos dan program sekolah gratis sepertinya belum mampu untuk menjadi solusi. Dan mereka pun lebih sering menghabiskan waktu belajar mereka di jalanan. Kehidupan yang sebenarnya.

Mungkin Itulah konsekuensi logis hidup di belantara Jakarta yang memiliki hukum rimba di tengah peradabannya yang cukup modern. Yang kuat dia yang menang. Namun jika yang kuat sudah menang, apakah mereka masih mau berbagi dengan yang kurang beruntung? Aku menatap sekeliling di dalam busway ini, melihat wajah – wajah yang terkesan individualis dalam balutan pakaian kerja mereka, dengan sedikit senyuman miris aku berkata dalam hati, inilah Jakarta yang angkuh, kejam namun menantang. Dan mungkin aku pun juga akan ikut terjun dalam pertarungan hidup di kota yang telah membesarkan aku. Ya, Jakarta.

Aku mencintai Indonesia dengan sedih,,

(Sabtu, 1 November 2009)

Seminggu ini aku merasa tertampar akan keeksisanku sebagai warga negara. Bermula dari film RumaMaida yang kutonton kamis lalu dan berturut – turut berita kasus penangkapan Bibit & Chandra pimpinan nonaktif KPK. Dalam film RumaMaida ada satu scene yang cukup membuatku kembali memikirkan akan arti kemerdekaan. Scene tersebut menceritakan bahwa Ishak Pahing (salah satu tokoh) memikirkan perdebatan yang terjadi antara soekarno dan Hatta-Syahrir tentang mana yang lebih diprioritaskan antara berjuang untuk kemerdekaan dulu baru mendidik bangsa, atau mendidik bangsa dulu baru siap untuk merdeka. Terlebih lagi ada satu kalimat yang diucapkan Ishak Pahing yang membuat saya terenyuh “.. aku mencintai Indonesia dengan sedih..”. Hatiku bertanya apakah harus se-dramatis itu? Dan hati aku pun menjawab dengan lirih, Ya.

Indonesia dengan segala anugerah yang tersimpan di dalamnya, membuat kita yang diatasnya merasa terlalu santai dan acuh. Kita baru akan siaga ketika kita terusik. Penjajahan yang dulu terjadi pun mungkin karena ke-santai-an kita ketika orang asing berkedok pedagang menyadari bahwa ada harta alam namun tidak dijaga dengan sigap, menjadikan Indonesia sebagai target penjajah dan menguras hasil alam kita sebanyak – banyaknya. Setelah sadar akan safezone yang terusik, masyarakat Indonesia baru akan melakukan pergerakan – pergerakan untuk melakukan perlawanan. Namun sepertinya kutukan ini terus terjadi dari mulai masa penjajahan asing sampai penjajahan oleh bangsa sendiri. Ketika aku membaca sebuah buku yang berisi wawancara antara jurnalis asing Andre Vitchek dan Rossie Indira dengan Pramoedya A. Toer yang berjudul Saya terbakar amarah sendirian, hal tersebut membuka mataku akan terror masa orde baru. Aku menyebutnya penjajahan dalam bentuk lain, penjajahan oleh saudara sebangsa dimana Ham dan kebebasan menjadi barang mahal karena hanya bisa ditukar dengan penyiksaan di kamp konsentrasi dan nyawa. Tak ubahnya sekarang, reformasi yang dielu-elukan hanya sebatas kata. Konspirasi – konspirasi yang di dalamnya terdapat berbagai kepentingan, saling berbenturan dan melahirkan pengkhianatan pada dasar dan ideologi negara. Dari peradilan Soeharto yang mengambang, kasus HAM Munir yang carut marut sampai penegakan hukum di negara ini dipertanyakan dengan adanya kasus Penyadapan dan Kriminalisasi KPK. Sungguh sedih melihat carut marut lembaga yang seharusnya meneggakkan hukum malah ikut melakukan konspirasi busuk.

Apakah bangsa Indonesia sesungguhnya sudah siap untuk merdeka kala itu? Mungkin. Tapi melihat situasi sekarang ini, sepertinya sulit untuk mengatakan kita sudah merdeka dari segala penjajahan. Rakyat Indonesia sepertinya belum terdidik secara moral. Karakter yang dimilki pun sebagian masih mewarisi karakter penjajah. Dan menurutku kita masih terjajah dalam ruang yang terkotak – kotak. Pendidikan yang belum merata, kemiskinan, dan perjuangan untuk membela, mencari dan mengungkap kebenaran seperti yang dilakukan Alm. Munir dan lembaga KPK pun sepertinya sangat sulit. Tak ayal seperti hidup dalam masa penjajahan saja. Kebebasan yang dielu-elukan saat reformasi hanya seperti kepulan asap, menguap, terbang hingga tak terlihat.

Kembali ke perdebatan antara kemerdekaan atau menjadi bangsa yang terdidik, apa yang harus dilakukan dengan kemerdekaan yang sepertinya semu ini? Mungkin banyak orang juga punya jalan masing – masing, berjuang untuk sesuatu yang di anggap benar. Namun sekali lagi kebenaran itu juga relatif. Hanya yang punya nurani yang bisa merasakan kebenaran yang sesungguhnya. Dan semoga aku masih punya. Aku kembali mengingat kata – kata Maida akan pendidikan dan jiwa yang merdeka. Bukan hanya kemerdekaan de jure atau de facto saja. Sayangnya, disinilah aku sekarang, di negara yang telah menjadi takdirku. Negara dimana ternyata masih banyak jiwa yang belum merdeka di wilayah yang sudah diakui kedaulatannya di dunia. Aku mencari nuraniku, Aku ingin ia tahu bahwa aku ingin sekali melakukan sesuatu untuk pertiwi ini. Karena aku merasa, aku belum melakukan apa – apa untuk wilayah yang udaranya tiap detik aku hirup dengan rasa syukur. Mungkin kemerdekaan yang aku kecap sekarang masih terasa hambar, tapi bisakah aku membumbuinya dengan memberikan waktuku yang sedikit ini untuk membuat makna di tanah dimana aku hidup? Apakah keingininanku berlebihan? Kurasa tidak. Aku pasti bisa bergerak dengan caraku sendiri untuk memberikan pulasan cinta untuk bangsa ini. Itu pilihan. Dan semoga bukan hanya aku saja yang memikirkan hal itu. Satu pertanyaan terbesar di benakku, apakah harapan akan Indonesia yang merdeka serta terdidik dapat terwujud? Impian yang terlalu muluk mungkin. Namun semua berawal dari mimpi kan? Ya, harapan itu ku amini. Karena aku percaya suatu saat aku dan generasiku nanti harus bisa mencintai Indonesia dengan senyum.

Suatu pertemuan untuk sebuah perpisahan

(Jumat, 21 agustus 2009)

Ketika pertemuan menjadi kunci pembuka waktu baru yang memberikan kita kesempatan untuk saling membuat momentum. Tubuh kita pun akan merasakan bermacam sensasi saat peramuan itu terjadi. Walaupun 35 hari yang penuh dengan luapan perasaaan menjadi waktu yang sangat singkat untuk membuat seseorang menjadi manusia seutuhnya, namun hal tersebut dapat menjadi sebuah amunisi dan pembelajaran tak ternilai.

Tawa, amarah, berbagi, tangis, kata maaf dan rasa saling memiliki menjadi suatu harga tertinggi ketika kita mulai berkenalan dengan rasa kehilangan. Dan ketika perpisahan datang untuk menutup waktu tersebut, hanya satu hal yang dapat dibawa ketika waktu tersebut benar – benar tertutup.

Kenangan. Yang akan selalu tersimpan dalam cawan suci yang bernama hati.

Dan ketika rasa sayang menyatu dalam cairan pertemanan, tak ada lagi rasa ragu untuk mengungkapkan arti dari sebuah kehidupan.

Selamanya teman.

-Untuk anak – anak super di KKNM Unpad Desa Mekarjaya, Jampang Kulon, Sukabumi ‘09-